Skip to main content

Kehidupan Setelah Menikah


Selamat menempuh hidup baru, ya :)
Begitu pesan yang saya baca pada tiap kado yang saya buka bersama suami selepas acara pernikahan.

Yes, that’s right. Hidup setelah menikah itu tidak sebelas dua belas dengan hidup ketika masih single. Paham maksudnya kan? Agaknya tagline “selamat menempuh hidup baru” bukan sekedar tagline. It’s real. Benar-benar lembaran baru dan benar-benar memulai semua dari awal.

Jadi, nikah itu enak apa enggak?

Nikah itu enak, tapi bukan berarti nggak ada nggak enaknya. Single juga gitu. Single itu enak, tapi banyak juga nggak enaknya. Intinya, semua keadaan, semua kondisi, semua keputusan itu ada plus minus nya, ada hukum sebab akibatnya, ada teori timbal baliknya. Nggak akan ada suatu keadaan yang enaaaak terus atau nggak enaaaak terus selama kita masih di dunia.

Trus, intinya?

Entahlah, setelah sekian lama nggak nulis di blog ini, agaknya hari ini jari jemari udah rindu berat buat nulis di sini. Ya meskipun pada akhirnya tulisannya nggak penting-penting amat, nggak terlalu berfaedah juga. Jadi lewatin aja kalo sekiranya tulisan ini menuh-menuhin reading list, hehe.

Jadi, intinya kehidupan setelah menikah itu berbeda dengan kehidupan ketika masih sendiri. Yaiyalah ya, jelas. Adaptasi, penerimaan, pengakuan, kelapangan dada, kesabaran dan berbagai ilmu level tinggi butuh sekali untuk dipelajari dan pelan-pelan diterapkan.

Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi tentang hidup setelah menikah versi saya.

Hidup setelah nikah itu awalnya canggung. Canggung menghadapi diri sendiri yang sedang menjalani proses adaptasi. Canggung, yang biasanya apa-apa sendiri, sekarang ada orang lain, jadi ada yang nemenin, ada yang bantuin.

Hidup setelah menikah itu seperti nano nano. Manis, asem, asin, rame rasanya. Ini serius bukan iklan, wkwk. Manis manis legit karna benih-benih dalam hati pelan-pelan mulai bersemi. Asem asem nikmat karna kadang untuk beradaptasi masing-masing hati harus super kuat. Asin asin gurih karna belajar tentang kesabaran dan penerimaan itu seru seru susah. Rame rasanya karna masih teramat banyak hal seru nan indah yang rasanya beda-beda kalo dijalani.

Hidup setelah menikah itu butuh berton-ton suplemen hati untuk beradaptasi, butuh beratus-ratus karung stok kesabaran, butuh berhektar-hektar keluasan dan kelapangan dada. Terkesan berat sekali dan terkesan jauh dari ekspektasi. But, inilah kenyataan dari sebuah pernikahan apalagi usia pernikahan yang masih dini.

Kok gitu?

Ya emang gitu. Karna menikah itu tentang menyatukan 2 isi kepala menjadi 1 rangkuman yang mencakup keduanya. Coba bayangkan, kita dengan saudara sekandung kita yang sedarah, seibu sebapak dan seatap sejak lahir aja kadang masih sering beda pendapat, kalo nggak ada yang ngalah bisa jadi berantem. Nah apalagi ketika kita sudah menikah, kita hidup sama orang yang nggak sedarah, beda ibu bapak, nggak pernah seatap, beda latar belakang, beda lingkungan, beda didikan, beda segala-galanya lah. Kemungkinan beda pendapat dan berantem pasti ada. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Loh kok susah gitu? Terus indahnya apa?

Indahnya itu, ketika kita sama-sama berhasil setahap demi setahap menyelesaikan hal-hal yang terkesan susah tadi. Manis sekali, ketika masing-masing dari kita berusaha menerapkan kata “saling” yang tiap hari beda-beda temanya. Bisa jadi hari ini temanya saling menerima kekurangan, besok saling introspeksi diri, lusa saling pengertian, dan hari-hari lainnya pasti beda-beda temanya. And it’s so beautiful when we can passed the level.

Iya, rasanya indah banget ketika kita berhasil menerapkan berbagai kata “saling”. It feels like, tiap hari rasa sayang sama cinta itu nambah terus. Rasa pengertian dan penerimaan itu makin kuat. Pokoknya indah lah ya.

Menikah adalah ibadah. Ibadah yang paling lama. Ibadah sejak akad terucap hingga maut memisahkan. Maka, pertahankanlah, luruskan niat selalu.

Menikah juga tentang belajar. Belajar saling menerima, belajar saling melengkapi, belajar saling membuka pintu maaf selebar-lebarnya, dan belajar ilmu-ilmu “saling” tingkat tinggi lainnya. Maka, jangan pernah berhenti belajar.

Jadi, kesimpulannya.. jangan takut menikah, jangan pula terburu-buru dalam menikah.

Persiapkan segala amunisi ilmu untuk kehidupan setelah menikah nanti.

Bagi yang akan menikah, jangan hanya terlena dengan persiapan walimah. Memang penting dan menyenangkan. Tapi kita jaaauuuuuh lebih butuh persiapan setelah walimah selesai.

Wallahu a'lam bishowwab.

Comments