Skip to main content

Auto Bersyukur


Perjalanan kemanapun adalah tempat merenung ternyaman kedua bagi saya. Saya bisa nangis, ngomong, cerita sendiri tanpa orang lain tau dan peduli, dalam hati tentunya.

Pagi itu dalam perjalanan ke majelis ilmu, tepat beberapa meter dari lampu merah, saya melihat ada sebuah gerobak dari kejauhan. Setelah beberapa menit mendekat, perenungan saya pun buyar. Mashaa Allah.. yang punya gerobak adalah bapak-bapak paruh baya, dengan 3 anaknya yang naik di atas gerobaknya. Sekilas sepertinya ketiga anaknya itu umurnya gak jauh beda.

Hmm gak kebayang kalo saya ada di posisi mereka. Entah saya sebagai orang tuanya, atau sebagai anaknya.

Apa ya yang bakal diucapin orang tuanya buat meyakinkan anaknya kalo mereka bakal baik baik aja di jalanan yang zuuuper duper panas? Trus, gimana kalo pada laper atau ngantuk, pada tidur dimana? Sementara gerobaknya diisi barang-barang yang dicari bapaknya. Dan bapaknya harus dorong gerobak yang berisi barang-barang dan ketiga anaknya. Keliling!

Trus gimana ya rasanya jadi anaknya itu, yang kalo liat anak-anak lain bisa main sama anak sebayanya di komplek, jajan bareng, kalo sore ngaji bareng, atau liburan sama keluarga pas weekend. Duuh :(

Mau ngeluh juga pasti mereka udah tau, gak akan berguna. Tapi gimana lagi yaa kan. Yang saya liat dari sekilas lewat waktu itu adalah mereka saling menguatkan. Jelas banget kalo anaknya pura-pura happy, sedangkan bapaknya lagi istirahat dari "perjalanan” yang mungkin gak ada ujungnya. Mungkin anaknya pura-pura happy ngeliat bapaknya capek, dan bapaknya juga gak nunjukin muka capeknya ke anak-anaknya. Terlepas dari benar atau gak penilaian saya ini, tapi mereka luar biasa.

Lalu, saya cerminkan dengan diri saya yang setidaknya sudah tercukupi tapi masih sering aja ngeluh dari a sampai z. Astaghfirullah :'( Memang ya, kadang buat bersyukur itu harus disentil dulu pake cara-cara  kayak gini. Entah disentil atau dipukul dulu gitu, padahal mah harusnya udah auto bersyukur kan ya :( Semoga sentilan-sentilan lain bakal selalu ada sebagai reminder untuk butiran debu yang kurang bersyukur ini.

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
Kau punya mata yang dengannya bisa melihat. Kau punya lidah yang dengannya bisa membedakan rasa manis, pahit, asam atatupun asin.  Kau juga punya tangan & kaki yang dengannya kau bisa produktif dalam beraktivitas. Nikmat yang udah Allah kasih ini, pernahkah sekali aja mensyukurinya? Karena wallahi, sesering apapun kau mensyukurinya, itu gak akan pernah cukup apalagi seimbang dengan nikmat yang Allah kasih. Lalu sekarang, masih mau berharap ataupun mengeluh tentang nikmat-nikmat lain yang hakikatnya bersifat sekunder?

Untuk setiap udara yang masih bisa kau hirup, sudahkah kau bersyukur? Untuk pagi hari yang begitu cerah ini, sudahkah kau bersyukur? Untuk nikmat sarapan yang mengenyangkanmu pagi ini, sudahkah kau bersyukur? Untuk kesempatan tetap bertemu keluargamu pagi ini, sudahkah kau bersyukur?

Renungkanlah.

Wallahu a'lam.

Comments