Skip to main content

Menjadi Dewasa

Beberapa orang tanpa sadar kehilangan damai sejahtera. 
Sedih. Ketika kita tahu bahwa kita sedang dipelihara, namun masih saja ‘mau’ dikendalikan oleh perasaan. Bukan berarti antipati atau mati rasa sehingga tidak peka dengan apa yang terjadi di luar.

Mudah bagi kita untuk tersenyum, tertawa, berbagi, bahagia ketika kita dalam keadaan mood yang baik. Bagaimana bila orang-orang disekitar membuat keributan, menyakiti, bahkan tidak memahami sikon dalam hati kita? Berbuat baik pada orang yang berlaku baik itu wajar banget, manusiawi tapi yang spesial yakni saat ada yang masih mengecewakan tapi kita memilih untuk melepaskan pengampunan. Akan ada orang yang bergunjing dan menilai kita bodoh atau bahkan sok suci. Itu tidak menjadi masalah saat kita sendiri, pribadi kita yang mau hidup bebas dari kebencian, kemarahan, dan kekecewaan.


Toh penghakiman bukan bagian manusia. Sebenarnya saat marah pun, kita bisa memilih untuk tidak berbuat dosa, bahkan berbuat baik. Bagaimana caranya? Hal itu ditentukan respon kita saat amarah memuncak. Mau membalas amarah dengan amarah, atau diam dan mendengarkan. Bahkan pelan-pelan mendoakan dalam hati. Sulit memang, kalau masih pakai logika manusia.

Bisa jadi, doa kita belum terjawab karena kita belum dewasa dalam mengekpresikan bentuk amarah, rasa kecewa, kebencian dll. Mudah buat Dia (sang pencipta) mengabulkan apapun doa kita, karena Dia pengasih dan pemurah. Tapi yang diinginkan-Nya adalah kedewasaan.


Comments