Skip to main content

Calon Imam

Gak tau kenapa tiba-tiba keingetan sama kata-kata ceplosan dua orang temen saya dari jaman yang berbeda. Satu dari jaman putih biru dan satunya lagi dari jaman putih abu. Lagi-lagi persoalan hijrah saya satu tahun terakhir ini, yang menimbulkan mungkin sedikit banyak penilaian dari orang-orang. Terlebih lagi orang yang mungkin sudah lama mengenal ataupun sekedar mengetahui saya. Teman-teman masa sekolah kebanyakan. Bukan hendak show-off dan semacamnya tapi saya hanya ingin merekam apa-apa yang terbesit dalam benak saya.

Ngomongin cinta emang gak ada basinya. Ngomongin jodoh juga gak ada habisnya, apalagi jodoh yang berupa pasangan hidup, selalu akan menjadi topik hangat untuk diperbincangkan kapan saja dimana saja. Apalagi untuk kami, insan-insan yang belum dipertemukan pasangan hidup olehNya, kami yang masih dalam tahap memantaskan diri, kami yang masih dalam masa penantian. Atau lebih tepatnya.. Saya sedang membicarakan diri saya sendiri. Satu persatu teman-teman yang memang sudah siap dan dipandang siap oleh Allah segera melepas masa lajang mereka. Barakallah ya.. Semoga Allah permudahkan segala hajat mulia teman-teman saya baik yang akan mempersunting maupun yang akan segera dipersunting. Aslinya saya gak pernah mau terlalu ambil pusing masalah jodoh. Karena yang saya yakini jodoh, rezeki, maut adalah hal yang sudah dijamin oleh Allah. Dan Allah pasti akan memberikan karuniaNya tersebut pada saat yang tepat dan dengan caraNya yang paling indah. Sering saya sugestikan diri saya buat apa saya mengkhawatirkan hal - hal yang aslinya sudah dijamin sama Allah, sudah tertulis dalam Lauh mahfudz bahkan sejak saya masih berupa janin dalam kandungan ibu saya. Daripada mengkhawatirkan hal yang sudah pasti lebih baik saya mengkhawatirkan apa-apa yang belum pasti dalam hidup saya kan? Bagaimana jika saya meninggal nanti? Apa saya bisa masuk ke dalam surga Allah dengan hisab yang mudah atau justru sebaliknya? Tapi ya.. Mau bagaimana pun rasa harap cemas mengenai jodoh tentu saja acapkali saya rasakan. Ada satu harap yang saya pendam. Ada satu asa yang saya hanyutkan dalam ikhlas padaNya. Ada satu kepasrahan yang masih sedang saya perjuangkan.

Bukannya setiap orang biasanya hanya melihat apa yang terlihat dari luar saja? Atau memang beberapa orang sengaja memilih perempuan yang memang “serba bisa” sehingga saat perempuan itu menjadi isterinya ia takkan begitu merasa kesulitan karena kelebihan isterinya yang sudah lebih dulu ia ketahui. Ya laki-laki memang dipersilahkan bebas untuk memilih. Begitu juga kami, kan? Begitu juga saya. Ntah lah jika ditanya pasangan hidup seperti apa yang saya inginkan, jelas saya menginginkan suami yang taat pada Allah. Laki-laki yang rutin menghadiri majelis ilmu. Dan dengan ilmunya ia ajarkan apa-apa yang belum saya ketahui, begitupun sebaliknya. Laki-laki yang pakaiannya tidak isbal (Walaupun hal ini khilaf di kalangan ulama, namun saya pribadi berpegang pada pendapat ini). Laki-laki yang mampu membimbing dan menasihati saya, serta lembut pandangannya sehingga saat kekurangan yang ada pada diri saya ia ketahui, ia masih tetap bisa melihat kelebihan atau minimal ketulusan yang saya miliki untuknya. Laki-laki yang lembut hatinya mencintai Allah, sehingga jika ia sedang kesal pada saya maka ia takkan mampu untuk menyakiti saya. Tapi.. Seperti kata-kata yang sering saya dengar, the key is istiqomah. Istiqomah memang sulit. Berkali-kali saya mendengar kisah perempuan yang in shaa Allah solehah dan menikah dengan lelaki soleh juga namun apa daya.. Sang lelaki perlahan merangkak meninggalkan keistiqomahannya dan perlahan tapi pasti pula berakhir dengan menyakiti sang isteri. Jadi menurut saya.. Memilih pasangan soleh pun belum tentu jaminan bahwa ia takkan menyakiti dan meninggalkan saya. Karena memang seringkali saya mendapat atau mendengar kisah tarbiyatullah bahwa hakikatnya Allah lah sebenar-benarnya cinta sejati untuk kita. Bukan ia yang akan menjadi pasangan hidupmu. Hanya Allah lah yang berkuasa mengenggam hati manusia, hanya pada Allah juga lah semestinya kita menempatkan cinta tertinggi di hati ini. Ini PR buat saya yang masih seringkali harus meluruskan hati dan niatan atas segala hal yang saya lakukan atau yang saya hajatkan.

Hmm at least yang saya inginkan hanyalah jika saya menikah kelak, saya bisa menikah dengan orang yang Allah ridho jika saya mencintainya. Saya ingin mendampingi ia yang membutuhkan saya, ia yang mampu dan sanggup bertahan dengan saya apapun kekurangan dan kelemahan yang saya miliki. Saya ingin mendampingi dengan ia yang tak hanya ingin bersama saya didunia tapi juga ia yang ingin menuntun saya hingga sampai ke jannahNya. Saya gak akan pernah mempermasalahkan materi ataupun hal-hal yang ada didunia ini pada suami saya kelak. Karena yang saya pahami, semuanya hanya titipan. Harta melimpah akan menjadi ujian dan menjadi hal yang dihisab lebih lama diakhirat nanti, harta yang sedikit pun menjadi ujian kesababaran bagi kita didunia ini. Bukankah lebih baik kita bersusah dan bersederhana didunia tapi kita bisa nyaman dan dihisab dengan mudah di akhirat nanti? Saya hanya ingin.. Jika saya menikah nanti suami saya mengetahui bahwa jika saya bersedia menikah dengannya, itu artinya saya mau membentuk lembaran baru langkah baru menuju taat yang lebih baik, menuju keridhoan Allah dan surga bersamanya. Bukan bersama lelaki lain. Dan saya akan terus ada untuknya sampai akhir usia saya, apapun yang terjadi.

Allah masih menyembunyikan laki-laki yang pantas untuk saya disuatu tempat. Semoga kita senantiasa berlapang dada dan istiqomah dalam taat, hingga saatnya Allah pertemukan ya, calon imamku. Calon kunci pintu surga nerakaku.

Comments

  1. Istiqomah...
    Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
    ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
    HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya.

    Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah.
    Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab, ”Amalan yang rutin (kontinu), walaupun sedikit.”
    HR. Muslim no. 782

    maaf sebelumnya, sama sekali tidak bermaksud menggurui.. namun dr hati kecil yg paling dalam berharap komen ini bisa bermanfaat untuk ismi, kuatkan hati untuk tetap istiqomah, kuatkan hati unt ttp berpegang teguh pd istiqomah...

    Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kamaa shallaita 'ala Ibrahim wa 'ala aali Ibrahim, innaKa Hamidum Majid. wa barik, 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kama barakta 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim, innaKa Hamiidum Majid

    Salam Kenal ya Ismi,

    A.

    ReplyDelete
  2. @Anonymous Iya terima kasih saran & dukungannya, terima kasih juga udah nyempetin waktunya untuk baca postingan saya.
    Berubah untuk menjadi lebih baik memang mudah, tapi untuk istiqamah itu susah. Inshaa Allah saya selalu berusaha untuk istiqamah, walau memang iman terkadang naik-turun. "Gak ada yang mudah untuk sesuatu yang imbalannya istimewa". mungkin ini one of motivated quote buat saya untuk selalu ingin mendapatkan cinta & ridhoNya. Thankyou, anon! tetap istiqamah jugaa yaa!

    ReplyDelete

Post a Comment