Pernahkah kau merasa kehilangan seseorang, sedang kau belum pernah bertemu sebelumnya? Karena hanya namanya saja yang kau kenal.
Aku pernah. Belum pernah bertemu dengannya, belum pernah berinteraksi dengannya, belum melihat wajahnya, tapi merasa kehilangan yang sangat ketika membaca kisahnya.
--------------------------------------------------------------------------------------
Lagi-lagi peristiwa wafatnya rasul, selalu menahan kubikan airmata. Menyadarkan kita bahwa iman dan ibadah harus terus menyala, meski pembawa cahaya itu telah tiada. Apakah kalian tau apa yang terjadi pada saat wafatnya rasul dengan 2 sahabat yang mencintainya?
Mendengar kabar bahwa rasul telah meninggal, Abu Bakar mengucapkan hamdalah dan “innalillahi wa inna ilahi rajiun”, sementara air matanya mengalir begitu deras. Dengan hati tabah, diayunkan langkah dengan tegap menuju rumah Rasulullah. Diperjalanan, ia melihat malapetaka besar..kaum muslimin telah lupa daratan dan kehilangan kesadaran!
Bahkan Umar bin Khattab, seorang sosok yang terkenal tangguh, berdiri di hadapan khalayak ramai dengan menghunus pedangnya, sambil menyerukan: "beberapa oknum dari golongan munafik mengatakan bahwa Rasulullah saw telah wafat, padahal demi Allah ia tidaklah wafat, ia hanya pergi menuju Khaliqnya sebagaimana dilakukan oleh Musa bin ‘Imran. Demi Allah Rasulullah pasti kembali dan akan datang memotong tangan orang yang mengatakannya wafat. Ingatlah, siapa yang berani mengatakan Rasulullah saw wafat, akan saya penggal batang lehernya dengan pedang ini!"
Abu Bakar Ash Shiddiq yang menyaksikan Umar, kemudian berkata: "Hai, Kaum muslimin! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah wafat, dan barang siapa menyembah Allah, maka Allah tetaplah hidup dan tidak akan mati!"
Ucapan tersebut diiringi dengan membacakan ayat yang artinya: "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kalian akan berbalik ke belakang, maka ia tidak akan dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.."
Kaum muslimin seakan-akan baru saja mendengarkan ayat ini untuk pertama kalinya. Sedangkan Umar, demi diketahuinya dari kalimat-kalimat Abu Bakar bahwa itu adalah kematian yang sebenarnya, ia pun jatuh ke tanah tak sadarkan diri.
Lihatlah rasa cinta yang ditunjukkan Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab.
Jadi, pembuktian apa yang telah kita berikan kepada Rasulullah? Bukankah cinta itu butuh pembuktian?
Saya mengaku cinta pada Rasulullah, tapi sedikit sekali mengenal Rasulullah. Mengaku mengidolakan Rasulullah tapi gaya hidup saya jauh dari contoh-contoh akhlak Rasul. Pantaskah jika ini disebut cinta? Yaahh jauh sekali bila dibandingkan dengan para sahabat, tak pantas rasanya bila dibandingkan.
Zaid ibn Dutsnah, di tengah kecamuknya perang uhud dan tersebar desas-desus kabar bahwa nabi Muhammad telah terbunuh, seorang perempuan berlari memasuki wilayah peperangan dan mencari-cari Rasulullah Saw. Ia melihat saudara-saudaranya telah menjadi mayat. Begitu ia tahu bahwa Rasulullah masih hidup, perempuan itu berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, aku tak akan memedulikan apapun yang menimpa diriku selama engkau selamat.”
Saat menjelang ajal Bilal ibn Rabah, istrinya menangis tersedu-sedu. Namun Bilal berbisik “Sungguh gembiranya aku.. Esok aku akan bertemu dengan orang-orang yang ku kasihi. Muhammad dan sahabat-sahabatnya.”
Bagaimana mungkin ada orang yang mencintai sedalam itu bila orang yang dicintai tidak lebih istimewa dari dirinya sendiri?
Selama ini kita melupakan Rasulullah, kita mencintai keluarga, sahabat-sahabatk, namun sejatinya kita lupa siapa pembawa cahaya bagi umatnya. Seharusnya tak ada keraguan untuk mencintainya sebegitu dalamnya. Karena di detak-detik terakhir yang beliau pikirkan hanyalah, ummati ummati ummati.
Dalam khutbah terakhir, Rasulullah berdoa, “Mudah-mudahan Allah menetapkan kalian, mudah-mudahan Allah meneguhkan kalian, mudah-mudahan Allah menguatkan kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian…”
Bahkan disaat sakratul maut yang rasanya seperti ditariknya kulit dari tubuh, Rasulullah masih sempat mendoa lirih kepada Allah, “Ya Allah.. sungguh dashyat maut ini. Timpakan saja semua maut (rasa sakit) kepadaku, jangan kepada umatku…”
Dalam sakitnya.. dalam lirihnya.. dalam doanya yang beliau ingat hanya kita, ummati ummati ummati.
Jadi bagaimana? Masih tak terasakah cinta dan kerinduan kepadanya? :)
Semoga kita bisa bertemu dengannya kelak. Semoga Allah memperkenankan. Aamiin
Comments
Post a Comment