Sulit jika harus memulainya. Sebab tulisan ini tertuju pada seseorang yang telah tiada. Namun inshaa Allah, tulisan ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya. Entah bagaimana melukiskan rasa sayang seorang anak kepada ayahanda tercinta. Berjuta bahkan tak terhingga permintaan maaf dan ucapan terima kasih atas segala-galanya yang banyak beliau korbankan untuk putri sulungnya ini. Sekitar tiga bulan yang lalu. Dua minggu menjelang wisuda, ayah memelukku erat seraya berkata, "Ayah sepertinya tidak bisa menghadiri wisudamu, nak." Deg! Hatiku rasanya remuk. Marah, sedih, kesal bercampur saat itu. Aku memeluk ayah erat dan berkata pelan menenangkan ayah, "Iya yah, gak apa-apa. Disana kan cuma mindahin tali doang. Ayah kan lagi sakit, jadi gak perlu susah untuk kesana. Nanti juga ayah bisa liat mimi pulang kerumah pakek toga." Ayah menangis haru. Tak biasanya ia menangis seperti itu. Akupun tak kuasa menahan tangis melihat ayahku seperti itu. Bebe...